IDI: Tidak Ada Alasan Menolak Vaksin COVID-19

IDI: Tidak Ada Alasan Menolak Vaksin COVID-19

\"\" JAKARTA, bengkuluekspress.com - Pemerintah Indonesia telah mulai menjalankan program vaksinasi bertahap pada Rabu (13/1) sebagai upaya bersama membebaskan masyarakat Indonesia dari pandemi. Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama di Indonesia yang mendapat suntikan vaksin Sinovac dosis pertama pada pukul 9:42 WIB di Istana Negara, Jakarta Pusat, disusul oleh sejumlah pejabat negara dan tokoh masyarakat, termasuk di antaranya Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Daeng M Faqih. Juru bicara IDI, dr. Erlina Burhan, mengatakan bahwa proses vaksinasi perdana yang disiarkan secara langsung tersebut merupakan hal yang sangat baik untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa vaksin COVID-19 yang digunakan terjamin keamanannya. “Kalau vaksin yang digunakan tidak aman, tentu para pemimpin tersebut tidak mau divaksin. Ketua Umum IDI, dr. Daeng M. Faqih, juga ikut divaksin bersama Presiden Joko Widodo untuk menunjukkan kepada para tenaga kesehatan dan tenaga medis supaya tidak perlu ragu lagi menjalani vaksinasi saat gilirannya nanti,” ucap dr Erlina. dr. Erlina, yang saat ini bekerja sebagai dokter spesialis paru di Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menambahkan, menurutnya salah satu tujuan vaksinasi adalah untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok. “Ini bisa terjadi kalau 70 persen rakyat Indonesia divaksin sehingga bisa melindungi 30 persen rakyat lainnya yang tidak bisa divaksin atau yang rentan kesehatannya. Kalau banyak masyarakat yang menolak vaksinasi, kekebalan kelompok tersebut tidak akan tercapai sehingga penularan akan terus berlangsung, sementara kondisi kita sekarang ini saja sudah sangat sulit. Tidak bisa kita terus-terusan seperti ini,” tambahnya. Vaksin COVID-19 keluaran Sinovac yang digunakan di tahap pertama program vaksinasi di Indonesia dipastikan aman karena telah mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). BPOM juga telah mengumumkan hasil efikasi berdasarkan uji klinik fase 3 di Indonesia yang mencapai 65,3%. Angka efikasi ini lebih tinggi dari ketentuan WHO yang menetapkan syarat minimal efikasi vaksin COVID-19 sebesar 50%. dr. Erlina menyatakan vaksinasi adalah bagian dari berbagai upaya yang kita lakukan untuk mencegah terjadinya penyakit. “Proteksi yang diberikan oleh vaksin COVID-19 apapun dengan tingkat efikasi di atas 50%, pastinya jauh lebih baik daripada tidak divaksin sama sekali,” tegasnya. Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwa MUI juga telah mengeluarkan fatwa halal dan suci untuk vaksin COVID-19. “Dengan demikian kriteria kehalalan, keamanan, dan efektivitas sudah terpenuhi semua, sehingga tidak ada alasan lagi bagi kita untuk menolak vaksin ini,” tutupnya. (Imn/rls)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: